JAKARTA, majalahgaharu.com – Mantan Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim memberikan testimoni dalam memperingati 100 Tahun hari jadinya Letnan Jendral (Purn) Tahi Bonar (TB) Simatupang di Graha Oikumene, Jl.Salemba Raya, Jakarta Pusat, Selasa (28/01/2020).
Emil Salim mengakui, bahwa pak Sim, panggilan TB Simatupang, adalah sosok yang sangat cerdas di atas kemampuan rata-rata masyarakat Indonesia ketika itu. Hal itu diakui Jendral (Purn) Soeharto dan Alex Kawilarang, yang juga sahabat TB Simatupang.
Menteri era Orde Baru itu menuturkan, pak Sim waktu masuk militer di zaman Hindia Belanda adalah perwira militer terbaik. Bahkan, TB Simatupang mendapat penghargaan perang disematkan kepada dirinya sebagai perwira terbaik ke dua dari perwira Balanda. Konon TB Simatupang peringkat pertama namun karena perwira berasal dari negara jajahan membuat dirinya hanya peraih peringkat ke dua.
“Ketika Muhammad Hatta merasionalisasi tentara saat itu, TB Simatupang sangat menonjol dan menjabat Wakil Kepala Staf Angkatan Perang menemani sang Jendral Sudirman,” kata Emil Salim.
Lanjut Emil Salim, wafatnya Jendral Sudirman, selanjutnya TB Simatupang diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Perang. “Pada saat itu usianya masih 28 tahun namun sudah menggantikan Jendral Sudirman yang meninggal karena sakit,” tambah Emil.
Emil melanjutkan, TB Simatupang memiliki peran yang sangat besar dalam mempertahankan negara Indonesia yang masih seumur jagung dari rongrongan DI/TI Andi Azis, Westerling dan PRI/Permesta. Namun, lanjut Emil, TB Simatupang berhasil mengatasi pergolakan dari rongrongan tersebut.
Diakui Emil, Indonesia pada saat itu belum stabil namun TB Simatupang mampu mengatasi dalam menjaga keutuhan NKRI dari berbagai pemberontakan.
“DI tengah konflik dengan Soekarno dan Sultan Hamengku Buwono IX namun TB Simatupang telah memiliki gagasan bahwa sipil harus di atas supremasi sipil. Pada zaman itu TB Simatupang sudah memiliki gagasan maju bahwa sipil di atas militer,” ujar Emil.
Emil mengatakan, pemecatan AH Nasution dari jabatan militer tahun 1952 adalah sejarah gelap bangsa Indonesia ini yang tidak terlupakan. “Pemecatan itu tidak bisa diterima TB Simatupang hingga akhirnya secara perlahan mau menerima supremasi sipil di atas militer,”ucapnya.
Menurutnya, meski ada perselisihan tajam antara Simatupang dengan Soekarno namun dia tetap menghargai kepemimpinan sipil. “Setelah tidak menjabat KSAP beliau akhirnya menjalankan hidup dengan berkiprah di tengah-tengah masyarakat sebagai pimpinan gereja, dan dia tidak dendam, sebaliknya berintegritas menunjukan kecerdasannya,”ujarnya.
Bahkan, lanjut Emil, setelah mengakhiri karirnya di dunia militer, TB Simatupang melayani di Persekutuan Gereaja-gereja di Indonesia (PGI). “Seiring perjalanan bahkan TB Simatupang dipercaya sebagai Ketua Dewan Gereja-gereja se Asia. Setelah itu, aelanjutnya dia pernah didapuk sebagai ketua dewan Gereja-gereja se-dunia,” tutur Emil.
Keluarga TB Simatupang menerima Tiga buah buku karya TB Simatupang dari penerbit di Graha Oikumene, Salemba,Jakarta.IFoto: RAL
Di acara yang sama, mantan Ketua Umum PGI SAE Nababan mengapresiasi peran TB Simatupang di PGI ketika itu. Menurutnya, dari TB Simatupanglah dia belajar menghargai waktu, dan tidak membudayakan “budaya karet”.
“Tidak heran kalau dia terpilih sebagai dewan Gereja-gereja se-Asia dan dunia. Bahkan dari 120 orang pengurus dewan gereja sedunia, TB Simatupanglah salah satu tokoh yang cerdas. Saya banyak belajar dari beliau, menyangkut kesederhanaanya dan menghargai waktu,”ujarnya.
Dalam memperingati 100 Tahun TB Simatupang, digelar perayaan ibadah yang dipimpin langsung Gereja GKI Kwitang, dan peluncuran tiga buku berjudul “Membuktikan Ketidak Benaran Mitos terbitan PPM Manajemen, Tugas Kristen dalam Revolusi diterbitkan BPK Gunung Mulia, dan Laporan dari Banaran yang diterbitkan PMK HKBP Jakarta.
Tampak hadir politisi senior, yang juga Anggota DPD RI Sabam Sirait, mantan Duta Besar untuk Korea Selatan Jakob Tobing, Ketua dan Sekretarus Umum PGI Pdt Gomar Gultom dan Pdt. Jacky Manuputty. Dalam perayaan itu juga mengenang atas barpulannya salah satu panitia 100 Tahun TB Simatupang, Theopilus Soolany.
Panitia menyematkan tiga buah buku TB Simatupang ke putra-putri jendral yang pensiun diusia 39 tahun tersebut. Putri sulung TB Simatupang, Ida Aprilia Simatupang mengatakan, keluarga TB Simatupang merasa mengapresiasi atas penghargaan yang diberikan kepada ayahnya sang pengagum Karl Van Clausewitz (Ahli Strategi Perang), Karl Marx (Ahli Sosiologi) dan Karl Barth (Theolog). RAL