Peran Orang Tua dalam PJJ cegah potensi generasi loss learning saat pandemi

Ayo Bagikan:

JAKARTA  majalahgaharu – Pandemi COVID-19 tidak saja masalah virus yang menyerang sistem imun tubuh, tapi ikut mengubah proses belajar mengajar tatap muka menjadi online. Ini terjadi karena pemerintah menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) untuk menanggulangi pandemi itu. Dampak kondisi ini, interaksi anak ikut berkurang dan memengaruhi perkembangan kognitif.

Berdasarkan Survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada 13-20 April 2020, interaksi antara siswa dan guru hanya 20% selama Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Survei ini dilakukan terhadap 1.700 siswa dari jenjang Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA)/sederajat di 20 provinsi dan 54 kabupaten/kota (kpai.go.id). Survei ini dengan metode deskriptis kuantitatif dengan teknik multistage random sampling dengan responden terbanyak siswa SMA.

Berkurangnya interaksi antarsiswa serta siswa dan guru disebabkan terbatasnya medium komunikasi yang hanya mengunakan gawai (telepon genggam dan laptop). Belum lagi bila ditelisik lebih jauh tentang latar belakang ekonomi siswa yang berasal dari kalangan menengah ke bawah dan daerah terpencil, maka interaksi siswa dan guru akan semakin terbatas.

Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika per Agustus 2020, hanya 49,33% wilayah di Indonesia yang telah mendapatkan jaringan 4G (jaringan mobile broadband generasi empat), 44,35% mendapatkan jaringan 3G, dan 68,54% mendapatkan jaringan 2G (edukasi.sindonews.com). Dari 12.548 desa atau kelurahan yang belum terjangkau internet 4G, sebanyak 9.113 desa berada di wilayah 3T.

Kesempatan siswa di wilayah tersebut bisa dikatakan akan jauh tertinggal dalam mengakses informasi dibandingkan siswa lainnya di daerah dengan fasilitas 3G atau 4G. Siswa di daerah 3T sangat mungkin sukar mengikuti pembelajaran jarak jauh karena loading internet lebih lama atau terputus-putus. Ini ikut memengaruhi munculnya dampak negatif lainnya pada siswa selama PJJ atau pembelajaran online alias daring.

Dalam evaluasi pembelajaran daring oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta selama awal pandemi COVID-19, terdapat enam dampak negatif PJJ terhadap siswa sekolah antara lain, ancaman putus sekolah, penurunan capaian belajar siswa, anak berpotensi menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), keterbatasan gawai dan kuota internet, anak kehilangan pembelajaran (learning loss), hingga anak kurang bersosialisasi (metro.tempo.co).

Dampak negatif rendahnya interaksi anak

Kebutuhan interaksi anak selama PJJ jauh berkurang dibandingkan saat Pembelajaran Tatap Muka (PTM), di mana siswa kehilangan banyak kesempatan mengaktualisasikan diri dan bersosialisasi bersama teman-temannya. Ini menyebabkan anak mudah stres dan memengaruhi imunitas. Apalagi, anak menerima banyak tugas-tugas sekolah, sementara kesempatan murid bertanya kepada guru dan sebaliknya guru menjelaskan kepada siswa, sangat terbatas.

Anak juga mengalami penurunan motivasi (demotivasi) dalam belajar selama pandemi (viva.co.id). Terbatasnya waktu interaksi selama PJJ mengurangi waktu anak untuk mengeksplorasi pengetahuannya memengaruhi minat anak (bosan) menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Ketertinggalan mengikuti mata pelajaran juga menyebabkan siswa menghadapi masalah lanjutan pada pelajaran di hari berikutnya, sehingga anak sulit berkonsentrasi pada beberapa mata pelajaran tertentu, terutama mata pelajaran yang bukan difavoritkan.

Siswa juga mudah teralihkan bermain gawai selama pandemi COVID-19. Sering dijumpai anak-anak tidak menyimak mata pelajaran yang disampaikan karena membuka website tertentu, membaca media sosial, atau bermain games. Ini ikut yang memengaruhi minat baca dan menulis siswa, di mana kemampuan itu justeru sangat dibutukan agar siswa dapat memahami dan mengikuti mata pelajaran sekolah dengan baik.

Peran orang tua

Fakta hasil survei pembelajaran PJJ, kesenjangan jaringan internet, dan dampak negatif PJJ tersebut memperjelas perlunya solusi yang lebih adaptif dan kongkrit guna mengurangi dampak negatif pembelajaran daring terhadap siswa bila pandemi COVID-19 belum mereda dalam waktu dekat ini. Jalan keluar yang perlu dicarikan adalah peran keluarga atau inisiatif orang tua dalam mendampingi anak-anak selama pembelajaran daring. Ini hal yang paling dapat dilakukan mengingat anak lebih banyak menghabiskan hampir sepanjang hari berada di rumah bersama orang tua atau anggota lain keluarga.

Sedangkan, hambatan pembelajaran daring dampak dari kesenjangan infrastruktur jaringan internet bersifat lebih makro karena menyangkut regulasi dan investasi oleh operator telekomunikasi. Meskipun faktor ini sangat strategis, namun butuh peran banyak pihak dan waktu yang relatif masih panjang untuk mengatasi kesenjangan infrastruktur telekomunikasi dalam mengoptimalkan pembelajaran siswa selama pandemi COVID-19.

Hal-hal yang perlu dilakukan orang tua yakni, mengarahkan anak agar menyiapkan kebutuhan pembelajaran seperti alat tulis, alat peraga yang dibutukan, dan mengawasi anak dalam mengerjakan tugas-tugas. Hal ini termasuk memberikan kesempatan pada anak atau mendorong anak agar menanyakan materi sekolah yang perlu penjelasan lebih lengkap.

Suasana Kelas Belajar saat Pandemi

Orang tua juga perlu memberi aturan tegas kepada siswa agar tidak bermain games atau membuka website lain saat PJJ sedang berlangsung. Dan, memberikan kesempatan atau batasan waktu bermain games kepada anak setelah menyelesaikan PJJ, yang sekaligus ini menjadikan kesempatan itu sebagai reward agar motivasi anak sungguh-sungguh belajar.

Perlu memfasilitas anak berinteraksi menggunakan fasilitas video whatsapp call dengan teman-teman sekolah, termasuk bermain kuis kelompok, yang dapat diunduh di playstore. Momen ini untuk menjaga agar siswa tidak kehilangan interaksi sosial di usia pertumbuhan dan perkembangan mentalnya selama pandemi berlangsung.

Sebab dikhawatirkan bila anak kehilangan pengawasan orang tua, tidak adanya batasan antara belajar dan bermain games, termasuk momen berinteraksi sosial di usianya, maka generasi anak Indonesia berpotensi mengalami loss learning. Anak belajar tanpa arahan, kehilangan minat belajar, termasuk perkembangan mental psikologis yang fundamental bagi seorang anak. Sebab pandemi ini belum diketahui kapan akan berakhir.

Oleh: Elizabeth Manalu, Guru SD Kristen Ipeka Tomang, Jakarta

Facebook Comments Box
Ayo Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Next Post

DPP GAMKI Bentuk Caretaker DPD GAMKI Kalimantan Tengah Untuk Laksanakan Konperensi Daerah

Mon Dec 6 , 2021
Majalahgaharu Kalteng Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI) telah membentuk Caretaker DPD GAMKI Kalimantan Tengah (Kalteng) berdasarkan Surat Keputusan DPP GAMKI Nomor: 111044/SU-GAMKI/INT/K/XI/2021 tentang Pembentukan Caretaker DPD GAMKI Provinsi Kalimantan Tengah yang kemudian diperbaharui melalui Surat Keputusan DPP GAMKI Nomor: 111052/SU-GAMKI/INT/K/XII/2021 tentang Perubahan Struktur Caretaker DPD […]

You May Like