Majalahgaharu Tangerang Layanan ojek online (ojol) kian merebak di Indonesia. Kemajuan teknologi ini menghadirkan kemudahan bagi masyarakat dalam mobilitas kesehariannya. Namun, kemudahan yang diberikan para penyedia jasa transportasi online ternyata belum mendapatkan payung hukum yang jelas dan spesifik bagi pihak penyedia layanan, pengendara (driver), dan penumpang. Maka dari itu, Program Studi Doktor Hukum UPH menyelenggarakan Seminar bertema “Meregulasi Bisnis Layanan Ojek Online di Indonesia” secara online dan on site di gedung Kampus Pascasarjana UPH, Jakarta, pada Rabu, 22 Februari 2023.
Forum diskusi Universitas Pelita Harapan (UPH) yang dihadiri hampir 200 peserta secara daring dan luring ini menghadirkan narasumber yang memiliki kredibilitas dalam bidang hukum, yaitu Anggota DPR RI Komisi V Fraksi Gerindra Sudewo, S.T., M.T. dan KASI Pengembangan Angkutan Perkotaan Merlando Yosua Sirait yang mewakili Ditjen Hubungan Darat Kementerian Perhubungan RI. Selain itu, hadir pula Guru Besar Program Studi Doktor Hukum UPH Prof. Dr. Jur. Udin Silalahi, S.H., LLM sebagai keynote speaker dan Mahasiswa Doktor Hukum UPH Azas Tigor Nainggolan sebagai Moderator dalam forum ini. Seminar ini juga turut dihadiri Ketua Program Studi (Kaprodi) Magister dan Doktor Hukum UPH Dr. V. Henry Soelistyo Budi, S.H., LL.M.
Meregulasi Bisnis Layanan Ojek Online di Indonesia
Dalam kata sambutan dan pidatonya, Prof. Udin Silalahi menyampaikan bahwa perkembangan teknologi pada perusahaan ojol di Indonesia membawa efisiensi bagi masyarakat untuk menjalani aktivitas sehari-hari. Namun sayangnya, efisiensi yang diberikan tersebut belum dilengkapi dengan regulasi bagi perusahaan aplikasi, driver, dan juga aturan keselamatan penumpang.
Ada 5 poin penting yang menjadi fokus utama pembahasan Prof. Udin Silalahi, yaitu:
- Pihak yang bertanggung jawab apabila terjadi kecelakaan pada ojol (driver atau perusahaan)
- Jaminan keselamatan bagi penumpang ojol atau transportasi online lainnya
- Peran Pemerintah dalam menyikapi masalah ojol
- Pengadaan regulasi terkait harga layanan transportasi untuk driver dan pembagiannya dengan perusahaan terkait
- Peran driver ojol: mitra atau karyawan
Sebagai tanggapan, Anggota DPR RI Komisi V Sudewo membenarkan bahwa belum ada pembahasan di DPR RI tentang regulasi terperinci yang seharusnya menjadi payung hukum bagi perusahaan aplikasi transportasi online (aplikator), driver ojol, dan juga penumpang. “Perkembangan teknologi membuat transformasi dalam melakukan kegiatan,” ujarnya.
Sudewo memberi ucapan selamat kepada UPH karena telah menyelenggarakan seminar ini. Menurutnya, forum diskusi ini menjadi tindakan konkret dan bukti pentingnya pengadaan regulasi layanan ojek atau transportasi online di Indonesia. Beliau juga menyatakan bahwa perkembangan teknologi tidak bisa dihindari karena bermanfaat bagi masyarakat. “Pemerintah dan DPR terus mencari formula yang tepat dalam mengatur ojol dalam pelayanan di bidang transportasi,” ucapnya dalam menyampaikan presentasi.
Kemudian, perwakilan dari Ditjen Hubungan Darat Kementerian Perhubungan RI Merlando Yosua Sirait juga memberikan tanggapannya dari sudut pandang pemerintah. Beliau menunjukkan garis besar Peraturan Menteri 12 tahun 2019 yang dijadikan acuan sebagai “regulasi sementara” yang digunakan sampai saat ini, yaitu:
- Aspek Keselamatan didefinisikan sebagai aspek dasar yang harus dipenuhi oleh Pengemudi agar ketika membawa kendaraan dapat mengurangi kecelakaan terhadap penumpang yang terdiri dari kelengkapan administrasi maupun teknis dari kendaraan.
- Suspend yang didefinisikan sebagai penghentian operasional sementara Pengemudi.
- Biaya Jasa digunakan sebagai dasar untuk memperhitungkan baik kesejahteraan Pengemudi maupun keberlangsungan usaha yang sustain.
- Kemitraan dipertimbangkan agar terdapat kejelasan hubungan antara Mitra Pengemudi maupun Perusahaan Aplikasi.
Salah satu wakil Perusahaan Aplikasi Transportasi yang juga mengikuti seminar ini, yaitu Dwi Putratama dari Maxim Indonesia turut memberi kejelasan akan status driver ojol. Pihak Aplikator, khususnya Maxim Indonesia, menegaskan bahwa hubungan yang berlangsung antara perusahaan dengan driver adalah kemitraan, bukan karyawan. Putra menjelaskan bahwa driver Maxim masih bisa merangkap sebagai driver di perusahaan lain, seperti Gojek atau Grab, sehingga tidak ada keterikatan. Ia pun berharap suatu saat nanti ada payung hukum yang bisa melindungi perusahaan, driver, dan juga pengguna layanan.
Sebagai penutup dari forum diskusi dan tanya jawab seminar kali ini, Moderator Azas Tigor menyimpulkan bahwa regulasi setingkat Undang-Undang sangat diperlukan untuk mencegah permasalahan di kemudian hari dan dapat menjadi bentuk kehadiran pemerintah untuk menjaga keselamatan pengguna dan driver ojol.
Program Studi Doktor Hukum
Program Studi Doktor Hukum UPH dirancang khusus agar mahasiswa dapat mengatasi tantangan di dunia profesional saat ini, seperti ekonomi politik, keamanan, dan perdagangan. Para mahasiswa dipersiapkan untuk memperdalam dan memperluas pengetahuan dan keterampilan mereka dengan aspek-aspek penting dari hubungan internasional, sehingga mampu menjadi ‘The Great Achiever!’. Informasi lebih lanjut hubungi Student Consultant 0812-8535-2278 atau daftar langsung di sini.