Sekolah Musik Miladomus Membangun Peradaban Seni dan Budaya Peranakan Nusantara di Indonesia

Ayo Bagikan:

Jakarta, majalahgaharu.com – Pada HUT ke -10 tahun dan produksi ke- 7 ini, Sekolah Musik Miladomus mengajak seluruh lapisan masyarakat peranakan nusantara untuk bersama-sama merefleksikan sejarah Tilas Budaya Peranakan ini menjadi sebuah program kita bersama dalam persatuan dan kesatuan untuk membangun peradaban seni dan budaya peranakan nusantara di Indonesia. Legenda kerajaan Balingkang ini adalah salah satu dari ratusan dimana budaya peranakan Nusantara adalah aset dan warisan budaya bangsa Indonesia yang kaya akan sejarah. Sebuah sejarah yang menurut kami penting dan perlu disosialisasikan kembali agar budaya peranakan terus dapat berkembang.

Raja Sri Jayapangus yang berkuasa di Bali dari tahun 1181 – tahun 1269 menjadi kisah menarik tentang akulturasi budaya Hindu dan Buddha. Puteri Kang Cing Wie yang cantik jelita dan ramah sangat dicintai rakyat desa Kintamani dan Raja Sri Jayapangus menjadikannya permaisuri dengan gelar Paduka Sri Mahadewi Cacangkaya China. Akibat perkawinan yang sangat berbeda budaya dan keyakinan ini para dewa murka dan terjadilah bencana. Maka meletuslah Gunung Batur dan hujan badai turun selama sebulan dan 7 (tujuh ) hari disekitar Kintamani.

Terjadilah bencana alam yang membuat sengsara rakyat Kintamani dan gunung Batur. Para Betara Dewa menunjukkan angkara murkanya. Puteri Kang Cing Wie berbisik kepada Raja Sri Jayapangus supaya rakyat Kintamani yang tinggal disekitar Gunung Batur segera mengungsi ke desa yang dinamakan ‘Ping An’ yang artinya ‘Selamat’ dalam bahasa Tionghoa. Rakyat yang mengungsi ke desa Ping An, semuanya selamat dan karena lidah orang Bali sulit melafalkan kata Ping An, maka sampai sekarang desa itu masih ada dan bernama desa Pinggan Kintamani.

Keputusan Raja yang mendapat bisikan Ratu Kang Cing Wie tentu saja membuat rakyat Kintamani semakin mencintai Permaisaurinya. Dan untuk mewujudkan cintanya pada Puteri Kang Cing Wie , Raja Sri Jayapangus mendirikan Pura yang diberi nama ‘Pura Dalem Balingkang’ di desa Pinggan dengan ornamen warna merah dominan seperti warna Kelenteng atau vihara di ChinaTiongkok. Sekarang Pura ini disebut Linggih Ratu Mas Ayu Subandar tempat sembahyang masyarakat Tionghua Bali memohon berkah dari Ratu atau Permaisuri Kang Cing Wie. Masih banyak nilai-nilai sejarah budaya peranakan di Bumi Nusantara ini dari Sabang sampai Marauke yang masih perlu digali kembali, sesungguhnya ini adalah aset budaya bangsa Indonesia. Warisan yang kaya akan sejarah, seperti seni cokek, gambang kromong, wayang potehi, tari, kesusastraan, batik, Kebaya Tionghua dan masih banyak lagi yang perlu kita ketahui. [RA]

Facebook Comments Box
Ayo Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Next Post

Bedah Buku "Parau Sorat Cikal Pertumbuhan HKBP"

Mon Sep 24 , 2018
Jakarta, majalahgaharu.com – Tua-tua kelapa, makin tua makin berminyak begitulah ungkapan yang pas untuk menggambarkan karya dari Pdt. Dr. PWT Simanjuntak diusianya menginjak 83 tahun. Bedah buku “Dari Parau Sorat Ke Mancanegara” berlangsung di Lantai 4 gedung Bakmi GM, Jakarta Pusat, Senin (24/08/2018). Sebelum diskusi, terlebih dulu ibadah yang dilayani […]

You May Like