SURABAYA, MAJALAHGAHARU.COM-Pilkada serentak sudah di depan mata, lalu bagaimana sikap umat dalam menentukan pilihan dalam Pilkada ini, Agus Susanto Ketua Umum BAMAG LKK Indonesia dalam pres riliisnya yang dikirim ke majalah Gaharu mengatakan, bahwa pemilihan kepala daerah (pilkada) gubernur, bupati dan walikota 2017 merupakan momentum demokrasi menuju cita-cita kemerdekaan.
Pilkada juga merupakan sarana untuk melahirkan pemimpin negarawan bukan pemimpin ‘politik’ di mana cukup jelas perbedaan antara keduanya. Pemimpin yang selalu ada diatas semua golongan yang ada dan Pancasila sebagai dasar pijakan dalam kebijakan itulah pemimpin negarawan, sedangkan di saat pemimpin berada di golongan tertentu dan berpijak selain Pancasila itulah jenis pemimpin ‘politik’.
Belum akhir-akhir ini masyarakat dilanda penyakit sosial yang masiv yaitu ‘kebohongan’ dikarenakan masyarakat dalam posisi lemah pada semua aspek, munculnya fenomena sosial ‘terbalik’ di masyarakat luas, di saat harga cabai selangit penghasilan petani menurun tenaga kerja lokal melimpah daerah diberi limbah, pedagang klontong ingin hidup di hantam toko moderen diberi penghargaan oleh pemerintah.
Sungguh ironis keadaan ini, Hal ini menjadikan pilkada tidak berkualitas karena akan memunculkan transaksional terhadap masyarakat (pemilih, pemodal yang akan menagih janji pengelolaan sumber daya alam maupun proyek-proyek serta kompensasi politik dan jabatan. terhimpitnya demokrasi pada setiap pelaksanaan pilkada di Indonesia akan berakibat terancamnya NKRI atau hilangnya Indonesia di peta dunia, apabila hal ini terjadi pada Pileg dan pilpres bila belajar dari kehancuran negara-negara Eropa Timur dan eropa Tenggara ada tiga penyebab kehancuran.pertama, Tidak stabilnya konsititusi, ke dua masyarakat dalam keadaan lemah di semua aspeknya dan ketiga. perilaku elit dan elit politis.
Persyaratatan kehancuran itu hampir terpenuhi di bangsa yang kita cintai ini. Dalam demokrasi yang terhimpil atau demokrasi ‘kurva’ (tek terbentuk) pilkada akan menghasilkan ‘pemain’ bukan pemimpin. Kondisi ini terbukti pada akhir-akhir ini, seorang bupati menerima suap untuk mutasi jabatan dan tertangkap. Carut marut yang terjadi sekarang bukanlah faktor utama adalah politik dinasti semata tetapi penyebab utamanya adalah ketidakstabilan sistem, konstitusi, dikarenakan tercerabutnya keadilan dalam konstitusi (Konstitusi tanpa roh)
Untuk memperbaiki dan merawat ke-Indonesian kita, seharusnya pilkada menjadi pintu penyelamat sekaligus perubahan (reformasi) di semua bidang, pemuka agama diharapkan menjadi garda terdepan serta palang pintu dalam melakukan perubahan untuk mengajak masing-masing umat beragama untuk menyerukan ‘pilkada kebenaran’ artinya pilkada yang menolak transaksional, kebohongan, permusuhan, pemecah belah dan anti Pancasila. Pilkada harusnya melahirkan pemimpin negarawan sebagai syarat mutlak dalam pilkada 2017 jika kita mau Indonesia tetap ada di peta dunia. inilah bentuk revolusi damai yang pada perubahan mendasar dalam mengatur tata nilai hidup ke Indonesiaan kita. jika tidak sungguh mau melakukan perubahan maka tangan Tuhan lah yang akan melakukan perubahan.
Beberapa hari lagi menuju pilkada serentak 2017 cukup waktu bagi kita semua untuk menyerukan/ mengkampanyekan suara kebenaran (suara kenabian}di bangsa ini.
Problematika berdemokrasi dan ke-Indonesiaan juga menjadi pembicaraan serius di sela-sela pertemuan BAMAG LKK Indonesia dengan ketua MPR RI di Jakarta Senin 9 Januari 2017 dan mendapat tanggapan serius untuk membangun keberlangsungan kehidupan berbangsa/bernegara. Sekali berdaulat tetap berdaulat.