Jakarta, majalahgaharu.com-Angkatan Muda Protestan Pluralistik (AMPP) angkat bicara perihal penetapan tersangka bagi Sudarto, aktivis toleransi beragama dari PUSAKA Foundation, Sumbar.
Ketua AMPP, Arbie Haman menilai setiap pergerakan dan pengungkapan yang dilakukan aktivis-aktivis toleransi beragama dan pluralisme akan selalu menimbulkan keresahan bagi kelompok-kelompok yang tidak menyukai kebhinnekaan.
“Sudarto, sebagai whistleblower isu pelarangan/pembatasan ibadah berjemaah, adalah sebuah ancaman bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan atas adanya praktik ibadah tersebut”, tutur Arbie Haman.
AMPP menghimbau kepada aparat penegak hukum untuk tidak bersikap bias mayoritas atas nama ‘stabilitas’, apalagi untuk urusan beribadah yang merupakan hak dan kewajiban warga negara.
“Mengayomi aspirasi bernuansa intoleran dari mayoritas, dengan menciderai hak-hak minoritas, demi berlangsungnya sebuah stabilitas semu. Jangan sampai ini terjadi, karena ini adalah pengkhianatan terhadap Pancasila dan para founding fathers yang beragam dari Sabang sampai Merauke”, tegas Arbie Haman.
Ia mengingatkan, “ibadah berjemaah adalah salah satu bentuk pengamalan Pancasila Sila Pertama, yang olehnya tidak boleh dipersulit, bahkan harus difasilitasi dan dilindungi pemerintah, berapapun jumlah jemaahnya.”
“Mengarahkan warga Kristiani di Dharmasraya untuk beribadah Natal di tempat yang sudah disediakan pemerintah yang berjarak sekitar 93 Km dari kampung/nagari mereka menurut hemat kami adalah suatu tindakan yang amat mempersulit, jika tidak ingin disebut pelarangan”, tandasnya.
“Sepanjang pemantauan kami, pengungkapan yang telah dilakukan Sudarto pada akhirnya telah berujung kepada diperbolehkannya umat Kristiani melaksanakan ibadah Natal di kampung mereka pada 25/12/19 kemarin, walau kabarnya masih terdapat sedikit polemik dalam teknis pelaksanaannya”, Arbie melanjutkan.
“Pasca surat himbauan untuk menjaga toleransi yang dilayangkan Mendagri kepada Bupati Dharmasraya, dan kepala-kepala daerah lainnya, juga pasca pidato Presiden Jokowi tentang jaminan negara pada kebebasan semua umat beragama pada perayaan Natal di Sentul (27/12/19), kami menunggu langkah-langkah nyata dan aktif dari pemerintah untuk menindak-lanjuti oknum-oknum intoleransi beragama pada kasus di Sumbar”, jelasnya.
Arbie Haman menyayangkan bahwa yang terjadi setelahnya justru bersifat kontraproduktif.
“Aktivis yang memperjuangkan toleransi beragama di Sumbar justru dijadikan tersangka, sementara itu hingga saat ini belum ada tindakan signifikan terhadap oknum-oknum yang mencederai hak untuk beribadah berjemaah disana”, ungkapnya.
“Peristiwa ini membawa pesan kontraproduktif terhadap komitmen Pemerintah dalam membumikan toleransi beragama dan memastikan rakyatnya menghidupi kebhinnekaan di Nusantara tercinta”, tambahnya.
“Tetapi kita tidak boleh menyerah. Toleransi beragama sudah mendiami Nusantara jauh sebelum Indonesia merdeka, dan akan terus berkumandang dengan usaha dan doa kita anak-anak bangsa”, ucap Arbie Haman.
Sekretaris AMPP, Victor Maleke di tempat terpisah mengomentari penggunaan UU ITE dalam kaitannya dengan kebebasan berekspresi dan penangkapan Sudarto.
“UU ITE dibuat dengan tujuan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan digital. Sayangnya, UU ini kekiniannya banyak digunakan untuk hal-hal yang dikaitkan dengan pembungkaman atas kebebasan berekspresi”, jelas Victor Maleke.
“Padahal, kebebasan berekspresi merupakan salah satu hak asasi manusia sebagaimana tertuang dalam pasal 19, Deklarasi Universal HAM (DUHAM) PBB yang dideklarasikan pada 10 Desember 1948”, tambahnya
Ia menjelaskan bahwa kebebasan bukan berarti tanpa batasan. “Inilah fungsi kontrol yang harus dijalankan oleh pemerintah agar UU yang ada bisa memberikan batasan tanpa melanggar hak asasi manusia”.
“UU ITE sepatutnya hadir untuk melindungi kepentingan publik, bukan menjadi alat untuk membungkam kreativitas dan kebebasan masyarakat dalam berekspresi”, tandas Victor.
“Menyoal tentang penangkapan Sudarto, tentunya hal ini akan berdampak negatif bagi perkembangan demokrasi ke depan, khususnya menyangkut isu-isu kebebasan beragama dan berkeyakinan manakala terjadi hal-hal serupa dikemudian hari”, ungkapnya.
“Hal ini juga tentunya menimbulkan kekhawatiran tersendiri dalam hal dapat semakin berkembangnya intoleransi di Sumatera Barat”, tutup Sekretaris AMPP.