Jakarta majalahgaharu.com Melalui daya pikir ilmiah, manusia belum bisa menerima adanya Tuhan. Jadi hanya melalui daya kemampuan spiritual, Tuhan dapat dilahami dan diyakini keberadaannya. Bahkan dunia gaib yang lebih tidak rasional banyaknya disekitar hidup dan penghidupan kita, bisa dimengerti dan percaya adanya menyertai hidup kita.
Itulah sebabnya laku spiritual itu semacam reute penuntun menuju Tuhan. Tanpa perlu risau untuk mempersoalkan kelak akan berjumpa atau tidak dengan Tuhan. Karena boleh jadi perjumpaan itu sendiri tidak lebih penting dari hasrat dan keinginan mendekatkan diri dengan Tuhan.
Ketuhanan Yang Maha Esa sendiri dalam falsafah bangsa maupun ideologi negara Indonesia — yaitu Pancasila — jelas bukan suatu kebetulan. Karena Pancasila itu dirumuskan dengan suatu kesadaran yang hendak dijadikan patokan atau penakar sikap dan prilaku bangsa serta arah dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) seperti disebutkan berkat rachmat Allah SWT dan didorong oleh keinginan yang luhur, kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia telah diproklamirkan dengan priambule UUD 1945 yang sangat sempurna untuk kemanusiaan, persatuan dan kerakyatan yang berkhitmah dengan musyawarah, demi keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali.
Lain ceritanya kalau dalam prakteknya kemudian belum terwujud, atau diselewengkan atau dikhianati kewajiban kita semua untuk mentaati serta mewujudkannya, tentu dan pasti akan mendapat ganjaran tersendiri.
Jadi hasrat dan semangat untuk melakukan gerakan kebangkitan dan kesadaran spiritual bangsa Indonesia, bukan sekedar untuk menyongsong peradaban baru manusia di bumi yang akan bergerak dari Timur hingga ke Barat, tapi juga ingin diperluas meliputi Utara dan Selatan, tanpa perlu mempersoalkan agama, kebangsaan atau strata sosial manusia yang ada di jagat raya ini.
Atas dasar itulah GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) yang dimotori Wali Spiritual Indonesia mengidolakan Nusantara menjadi pusat peradaban dunia dengan cara mengajak segenap penghuni planet bumi ini, berkumpul dan berembuk di Indonesia untuk membuka jalan bagi segenap warga dunia menjadikan Candi Borobudur atau Candi Muara Takus menjadi pusat wisata spiritual yang terbuka bagi umat manusia, seperti Ka’bah di Mekkah yang mampu mempertemukan beragam peradaban manusia dari berbagai penjuru dunia.
Komplek candi Borobudur atau percandian Muara Takus itu, merupakan mahakarya anak bangsa Nusantara yang menandai peradaban manusia di muka bumi dengan segenap keagungannya yang indah, sebagai sarana ibadah, kajian ilmu dan pengetahuan serta teknologi hingga seni arsitektur yang memiliki kandungan filisofis, historis serta ekspresi dari pemahaman dan penghayatan Ketuhanan seperti yang hendak dilukiskan oleh sila pertama dari Pancasila yang kita yakini sebagai pegangan hidup agar tak tersesat di jalan terang yang semakin benderangan, seperti sekarang.
Karena hanya melalui jalan spiritual kita akan mampu menahami bila sesungguhnya Nusantara ini adalah surga, seperti yang lebih megah dijanjanjikan Allah SWT di alam sana kelak.
Kejayaan alam yang melimpah, hasil bumi yang meruah, keindahan dan kenyamanan alam lingkungan dengan beragam faona dan flora yang banyak, seperti suku bangsa Nusantara yang yang memiliki kearifan lokal yang maha kaya. Karena itu, kebangkitan dan kesadaran spiritual bangsa-bangsa di dunia hanya akan muncul dan dipelopori oleh bangsa Timur, yaitu Nusantara atau Indonesia sekarang. Oleh Jacop Ereste
Banten, 27 Mei 2022