Majalahgaharu Jakarta Pendekatan dalam pembelajaran selalu disandingkan antara dua pendekatan, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher centered) atau berpusat pada murid (student centred). Kedua pendekatan ini menjadi “diskursus” yang dipandang sebagai pijakan “filosofis” untuk diimplementasikan dalam pembelajaran. Muncul pertanyaan, apakah kedua pendekatan tersebut sudah cukup representatif dalam pembelajaran? Apakah masih ada pendekatan lain yang bisa dijadikan sebagai pijakan dalam pembelajaran? Dalam tulisan ini akan diuraikan mengenai pendekatan pembelajaran tersebut serta implikasinya.
Salah satu kegiatan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) memberikan apresiasi kepada guru dan tenaga kependidikan melalui Apresiasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan Inspiratif 2022 pada Puncak Peringatan Hari Guru Nasional Tahun 2022, di JI Expo Kemayoran, Jakarta. Pemberian apresiasi ini merujuk pada Keputusan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Nomor 8130/B/HK.03.01/2022. Tujuannya pemberian penghargaan atau apresiasi ini diharapkan dapat membuat Guru dan Tenaga Kependidikan semakin inovatif dalam mengembangkan dan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi yang berpusat pada peserta didik. Cerminan dari kegiatan pemberian apresiasi ini menekankan bahwa pemerintah lebih condong pada pendekatan pembelajaran yang berpusat pada murid (student centred).
Demikian juga, misalnya melihat salah satu refleksi guru di portal Ayo Guru Berbagi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengatakan demikian “merdeka belajar adalah sebuah paradigma pembelajaran yang berpusat pada murid. Selama ini masih banyak pembelajaran yang tidak berpusat pada siswa dan masih jarang ditanyakan bagaimana pandangan anak terkait sesuatu hal. Kemudian masih kurangnya guru memberi kebebasan kepada murid untuk membangun sendiri pengetahuannya, tidak selalu dipandu oleh guru. Jadi pembelajaran berpusat pada murid dapat mendorong siswa terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuan, sikap dan perilaku”.
Cerminan pembelajaran yang dibagikan guru tersebut menekankan guru harus mengimplementasikan sesuai dengan pemerintah yaitu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada murid (student centred).
Untuk memperjelas pengertian “berpusat pada murid/siswa/peserta didik/mahasiswa”, menurut Harsono (2008) “suatu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa (student-centred approach) di mana proses dan pengalaman belajar diatur dan dikontrol oleh mahasiswa sendiri. Para mahasiswa memutuskan sendiri tentang bagaimana, dimana, dan kapan belajar tentang suatu hal yang mereka anggap merupakan hal yang penting”.
Hal yang menjadi permasalahan adalah apakah pembelajaran yang berpusat pada murid selaras dengan semangat Pendidikan Nasional Indonesia? Untuk itu ada beberapa dasar pemikiran yang bisa didiskusikan sebagai bahan pertimbangan mengenai pendekatan dalam pembelajaran.
Pijakan dalam pernyataan bahwa proses dan pengalaman belajar diatur dan dikontrol oleh siswa/murid/peserta didik/mahasiswa itu sendiri dimaknai sebagai pembelajaran yang berpusat pada murid. Namun, jikalau pernyataan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik disandingkan dengan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 menyebutkan “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran” apakah sudah sesuai dengan karakteristik pembelajaran di Indonesia?
Perlu digaris bawahi bahwa pernyataan dalam UU tersebut, yaitu “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran” bagi pendidik, hal ini diartikan sebagai upaya aktif yang dilakukan oleh pendidik untuk merancang dan menyusun pembelajaran. Khususnya kata “untuk mewujudkan suasana belajar” merupakan tugas dan tanggung jawab pengajar (guru, dosen) untuk mendesainnya.
Mendesain pembelajaran artinya pengajar berperan aktif dalam merancang dan menyusun, agar proses pembelajaran terjadi sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam kurikulum. Guru menjadi perancang tujuan pembelajaran yang perlu dicapai oleh peserta didik/siswa/murid/mahasiswa. Untuk itu, peran guru sebagai perancang menjadi strategis untuk memfasilitasi agar pembelajaran bisa terjadi, terstruktur dan sistematis dalam kelas.
Dengan demikian, peran pendidik/pengajar/dosen/guru dapat diterjemahkan sebagai penuntun, pengayom, pembimbing, pengarah, penggembala murid, pendamping atau bisa diterjemahkan dalam bahasa Inggris teacher directed. Dari defenisi ini pembelajaran bukan berpusat pada guru (teacher centered), karena pengertian berpusat pada guru (teacher centered) adalah guru menjadi sumber utama pengetahuan bagi murid dan murid dipandang tidak memiliki pengetahuan, murid pasif untuk menerima pengetahuan yang disajikan oleh guru.
Jika merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 2 bahwa “pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila”. Dasar ini menjadi pijakan utama dalam pembelajaran, khususnya sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai pusat pembelajaran.
Sila pertama juga harus saling mengikat dengan sila lainnya, yaitu Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan demikian, pendidikan harus berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Untuk itu, pendidikan Indonesia harus berpusat pada Pancasila, bukan kepada murid.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 4 ayat (3) “Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat”. Proses pembudayaan ini diartikan bahwa pembelajaran itu berorientasi pada murid (student oriented), bukan berpusat pada murid (student centered).
Pembelajaran berorientasi pada murid (student oriented) dicirikan dengan semua kegiatan belajar dirancang oleh pengajar untuk memfasilitasi murid agar proses pembelajaran dapat berjalan. Murid diberi keleluasaan untuk mengekplorasi, belajar mandiri dan membangun pengetahuannya dengan tuntunan dan arahan guru. Guru menjadi fasilitator, pendamping, pengarah, pembimbing, pengayom, pengarah agar murid tertuntun untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Dalam konteks Indonesia, pendekatan pembelajaran yang bisa disimpulkan adalah pembelajaran yang berorientasi pada siswa (student oriented), guru penuntun (teacher directed), dan berpusat pada Pancasila, utamanya sila pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
Oleh: Ashiong P. Munthe, dosen FIP Universitas Pelita Harapan