JAKARTA.MAJALAHGAHARU.COM — Saya mengenal Rev. John Hartman sekitar 1995 ketika saya bergabung dengan GO (GOSPEL OVERSEAS) STUDIO sebagai Direktur Produksi. Mungkin saya dipilih karena pengalaman saya di TVRI. Kedudukan Rev. John Hartman ketika itu adalah Senior Pastor dan juga sebagai Chairman, sementara Pdt. Gilbert Lumoindong sebagai Presiden GO STUDIO, dan Ev. Mark McClendon sebagai Chief Operating Officer (COO).
GO STUDIO memiliki gedung kantor yang cukup luas dan mewah di Kawasan Industri Delta Silicon, Cikarang, Kabupaten Bekasi yang difasilitasi serta dibiayai oleh konglomerat Peter Sondakh (pemilik RCTI ketika itu) yang konon masih ada hubungan keluarga dengan Rev. John Hartman.
Jumlah karyawan ditambah hamba-hamba Tuhan sekitar 60 orang yang menerima gaji dan upah yang cukup tinggi layaknya sebuah perusahaan swasta. Semuanya melakukan tugas dan fungsi masing-masing untuk menopang tugas-tugas pelayanan penginjilan Rev. John Hartman dan Pdt. Gilbert Lumoindong baik lewat media televisi, radio, media cetak maupun pelayanan KKR di berbagai tempat.
Suatu saat kami bertiga (Rev. John Hartman, Pdt. Gilbert Lumoindong dan saya) datang menemui sang donatur Peter Sondakh di rumahnya di Kebayoran Baru. Setelah berbincang-bincang seputar kegiatan GO STUDIO, Peter Sondakh kemudian mengajak kami bertiga menyaksikan mobil barunya BENTLEY yang tergolong paling mahal di dunia.
Sebelum kembali ke GO STUDIO Peter Sondakh memberikan 2 buah kemeja yang sangat mahal dari luar negeri masing-masing bersama dasinya kepada Rev. John Hartman. Setelah Rev. John Hartman melihat ukurannya agak kecil untuk ukuran badannya, maka semuanya dihadiahkan oleh Rev. John Hartman kepada saya pada saat itu juga karena ukurannya cocok untuk saya.
Puji Tuhan, kemeja mahal berwarna kuning dan biru lengkap dengan dasinya menjadi kenangan indah tak terlupakan, karena berasal dari Peter Sondakh dan lewat Rev. John Hartman. Bukan hanya soal nilai materinya tetapi yang saya banggakan adalah “siapa yang memberikannya”.
GO STUDIO PECAH
Seiring perjalanan waktu, intensitas kegiatan GO STUDIO semakin meningkat. Kebutuhan akan dana yang cukup besar seiring dengan semakin meningkatnya kegiatan pelayanan selalu menghantui pimpinan GO STUDIO. Lambat laun muncul perbedaan persepsi antara Rev. John Hartman dengan Pdt. Gilbert Lumoindong. Perbedaan persepsi tersebut kian hari kian menajam. Perbedaan tersebut mulai mengganggu jalannya operasional GO STUDIO secara keseluruhan. Hampir seluruh karyawan dan hamba-hamba Tuhan di bawah koordinasi saya semuanya mendukung dan berada di belakang Pdt. Gilbert Lumoindong. Sementara Rev. John Hartman di back-up Peter Sondakh dan Mark McClendon serta Evelyn Nadeak (penerjemah John Hartman). Pada suatu waktu di tahun 1996 Peter Sondakh sebagai pemilik GO STUDIO mengundang seluruh pimpinan dan karyawan untuk mencari pemecahan masalah tentang perbedaan persepsi tersebut.
Sebagai pelayan-pelayan Tuhan kami pun setiap saat larut dalam doa dan ibadah kepada Tuhan agar diberikan jalan keluar. Secara pribadi saya berdoa dengan sangat kusuk kiranya diberikan keberanian untuk menyampaikan suara hati para karyawan.
Ketika semuanya telah memasuki ruangan rapat, ruangan mana sering kami adakan ibadah, saya melihat Peter Sondakh tak henti-hentinya merokok dan tidak ada seorang hamba Tuhan pun yang berani menegornya, termasuk Rev. John Hartman maupun Pdt. Gilbert Lumoindong. Maklum beliaulah penyandang dana termasuk yang membayar gaji-gaji seluruh pimpinan dan karyawan.
Saya duduk tidak tenang ketika itu, sebab roh Allah sangat kental meliputi saya dan memberikan keberanian untuk menegur Peter Sondakh. Sebelum selesai ia berbicara, saya langsung unjuk tangan menginterupsi sambil memohon agar ia (Peter Sondakh) tidak merokok dalam ruangan tersebut sebab selain tempat itu adalah tempat ibadah, forum saat itu adalah forum hamba-hamba Tuhan yang alergi dan tabu terhadap kegiatan merokok.
Peter Sondakh yang mendengarkan teguran saya terhadap dirinya langsung mengangkat piring kecil tatakan cangkir kopi yang sedang dinikmatinya dan membanting ke lantai hingga pecah berkeping-keping dan dengan penuh emosi saat itu juga memberhentikan seluruh karyawan/ti serta hamba-hamba Tuhan termasuk Pdt. Gilbert Lumoindong dengan catatan seluruh gaji dibayarkan penuh di tambah 3 bulan gaji.
Itulah klimaksnya pecahnya GO STUDIO sekaligus pecah kongsi antara Rev. John Hartman dengan Pdt. Gilbert Lumoindong. Pdt. Gilbert pun segera mendirikan GL Ministry ketika itu dan bergabung bersama GBI TIBERIAS (Pdt. Paradji) di salah satu pusat pelayanan TIBERIAS di Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Sementara GO STUDIO dilanjutkan oleh Rev. John Hartman hingga akhir hidupnya.
Apapun yang telah terjadi, kita percaya bahwa Allah turut bekerja bagi kita orang-orang percaya (Roma 8:28). Rev. John Hartman telah banyak menjala jiwa bagi Kristus, demikian juga Pdt. Gilbert Lumoindong dan juga pengikut-pengikut mereka. Sejak gereja mula-mula hingga kini seringkali kita mengetahui bahwa ada penyertaan Tuhan dalam setiap kegiatan penginjilan oleh siapa pun, di mana pun, kapan pun dan dalam keadaan bagaimana pun, sepanjang Tuhan berkenan. Akhirnya, setiap kita ada batas waktunya untuk bekerja buat Tuhan. Rev. John Hartman meninggal pada hari Selasa sore, 21 Maret 2017 di GO STUDIO, Cikarang, Bekasi.
SELAMAT JALAN REV. JOHN HARTMAN, KAMI SELALU MENGENANGMU
saya mau beli CD John Hartman – apa aja CD nya. Saya dulu pernah punya kaset nya dan kalau dengar lagu itu saya nangis ingat Yesus.
tolong WA ke saya ya 0812 8740 0113 (alfrid)