Jakarta, majalahgaharu.com – Menjelang batas pendaftaran calon presiden dan wakil presiden, publik masih bertanya-tanya siapa saja kandidat yang akan mencalonkan diri menuju Pilpres 2019. Rumah Milenial sebagai wadah gagasan generasi muda mencoba untuk mendiskusikan profil ideal capres dan cawapres menurut versi generasi milenial. Ketua Umum DPP KNPI, M. Rifai Darus menyampaikan bahwa persentase pemuda dan generasi milenial saat ini sekitar 52% dari jumlah penduduk. Dalam konteks pemilu, ini adalah jumlah yang besar. Pernyataan ini disampaikan pada Diskusi Publik dengan tema, ‘Siapakah Capres dan Cawapres Ideal Versi Generasi Milenial?’ yang diadakan Rumah Milenial di Restoran Riung Sunda pada hari Selasa, 7 Agustus 2018. “Apabila generasi milenial apolitis dan memilih untuk tidak berpartisipasi dalam Pemilu, maka kelompok muda atau generasi milenial tidak menjadi penentu dan hanya dianggap objek serta penggembira saja,” ujarnya.
Rifai melanjutkan, “kita harus mengupayakan keterlibatan generasi milenial dalam proses demokrasi kita. KNPI mendorong peran aktif ini. Di beberapa daerah, pengurus KNPI ada yang menjadi kepala daerah, sebagai contoh Ketua DPD KNPI Provinsi Jawa Timur yang merupakan Wakil Bupati Trenggalek dan masih berumur 28 tahun. Kita berharap untuk tingkat nasional, generasi milenial juga dapat memberikan warna.” Ketua Umum GP Ansor, Gus Yaqut Cholil Qoumas menyatakan bahwa penentu keberhasilan pasangan capres dan cawapres dalam Pemilu 2019 adalah generasi milenial. “Ada beberapa persoalan utama yang saat ini sedang terjadi menjelang Pilpres 2019 yakni populisme Islam dan permasalahan ekonomi. Untuk menjawab ini, pemimpin harus dapat menawarkan gagasan pembaharuan serta memiliki ide yang interaktif dan kreatif,” kata Yaqut.
Menurut Yaqut, generasi milenial senang dengan hal yang kongkrit, baru, dan tidak bertele-tele. Oleh karena itu, setiap capres dan cawapres harus dapat menjawab kebutuhan generasi milenial ini. “Harus ada komitmen dari para kandidat kepada generasi milenial. Namun generasi muda juga harus paham, Pemilu itu bukan hanya tentang memilih siapa calon yang terbaik, melainkan juga mencegah yang terburuk untuk berkuasa,” ujar Yaqut.
Analisis lainnya juga diungkapkan oleh pengamat politik, Dimas Oky Nugroho. Dimas mengatakan bahwa isu-isu seperti sumber daya manusia yang menjadi perhatian pemerintah saat ini, ekonomi umat dan ekonomi kreatif, kewirausahaan, serta kesehatan adalah persoalan yang saat ini dihadapi generasi milenial. “Jika kandidat capres adalah Jokowi dan Prabowo, maka keduanya harus memilih kandidat cawapres yang merepresentasikan generasi muda. Sosoknya harus memiliki karakter yang kuat, kapasitas dan pengetahuan pemerintahan yang baik, integritas yang jernih, bukan hasil dari proses politik yang instan, serta memiliki komitmen kebangsaan dan keumatan yang tak diragukan,” kata Dimas yang juga merupakan Direktur Akar Rumput Strategic Consulting.
Menurut Dimas, pemilih muda memiliki pengaruh yang sangat menentukan pada Pilpres 2019 nanti. “Apabila Abdul Somad dipilih Prabowo menjadi cawapresnya, menurut saya yang patut menjadi cawapres Jokowi adalah sosok pemimpin muda Muslim yang memiliki basis sosial dan politik yang kuat. Sosok itu bisa dilihat pada sosok Gus Yaqut, Ketum GP Ansor saat ini. Gus Yaqut juga memahami isu-isu sosial ekonomi dan isu keanakmudaan secara lebih luas,” pungkasnya.
Sementara itu, Andre Rosiade mengatakan bahwa pemimpin ke depan harus dapat menyiapkan lapangan kerja baru bagi generasi muda. “Saat ini banyak generasi muda ketika lulus sekolah atau perguruan tinggi bingung mencari kerja dimana. Pemerintah harus membuka lapangan pekerjaan dan mengakomodir kebutuhan generasi milenial,” kata Wasekjend DPP Gerindra ini. Menurut Andre, setiap kandidat tidak hanya menebar janji politik, tapi harus tampil apa adanya dan berkomitmen penuh melakukan janji kampanyenya serta menjaga keutuhan bangsa dan negara. [RA]