Jakarta, majalahgaharu.com “Atas nama cinta, saya ingin menyalami semua yang hadir, atas nama cinta, saya ingin memeluk semua rakyat Indonesia..” (Jokowi)
Akhirnya, setelah beberapa waktu lalu, podium kebangsaan di gebrak dan dimuatin demagogi yang mempertajam keterbelahan anak-anak bangsa serta menebarkan pesimisme, kini, di atas podium yang sama, cinta ditebarkan dan optimisme di bangun kembali. Tidak ada nada kemarahan dan caci maki, apalagi sampai mengumpat.
Diatas panggung kebangsaan, sifat kenegarawanan yang dibutuhkan dan menjadi prasyarat seorang pimpin kembali diperlihatkan jelas oleh Jokowi. Ya.., cintalah, dasar dari sebuah kenegarawanan. Cinta pada bangsa, cinta pada negeri dan ibu pertiwi, cinta pada segenap rakyat yg dipimpinnya. Cinta inilah yang memenuhi Pidato Kebangsaan Jokowi, di GBK, 13 April 2019 ini.
Dimulai dengan menyapa rakyatnya dengan sapaan dari berbagai daerah dan bahasa, sebenarnya Jokowi ingin memberi pesan pada negeri ini bahwa bangsa ini adalah bangsa yang majemuk. Bangsa yang tak satupun kelompok apakah agama, suku, etnik dan pembeda-pembeda identitas lain memiliki hak yang lebih dibanding yang lain. Tidak ada yang lebih berhak dibanding yang lain atas bangsa dan negeri ini. Karena itu mencintai bangsa ini adalah mencintai seluruh kekayaan dan keragaman yang ada di dalamnya, mencintai bangsa ini berarti menolak mengutamakan kepentingan dan pengutamaan satu golongan, baik atas nama agama ataupun identitas lainnya. Maka bagi Jokowi dan semua orang yang mencintai bangsa ini, NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika adalah wujud kecintaan pada negeri. Karena itu, jelas sekali dapat ditangkap bahwa bagi Jokowi, Syariaat dan Khillafah tidak akan pernah mendapat tempat di atas rumah ke-Indonesiaan, dan akan selalu berhadapan dengan orang-orang yang mencintai Indonesia.
Namun, memang tidaklah mudah bagi Jokowi untuk menakhodai bangsa yang besar ini. Dalam pidato diatas panggung kebangsaan, Jokowi berulang kali mengingatkan bahwa akan selalu ada tantangan bahkan kepahitan yang akan terus menghambat perjalanan kebangsaan kita. Tentu Jokowi tahu betul beragam aspek tantangan yang merongrong bangsa ini. Puluhan tahun indonesia dikuasai dan di jarah oleh aktor-aktor, oligarki-oligarki, para mafia, para penjahat HAM yang sampai kini berada di birokrasi, di tubuh militer, di parlemen, di partai politik, di korporasi-korporasi penentu roda ekonomi bangsa bahkan dihampir semua ruang. Puluhan tahun, mereka telah beranak pinak memamah biak menggurita hingga kini di pusat-pusat kekuasaan dan kebijakan. Tentu tidaklah cukup 4,5 tahun bagi Jokowi memperbaiki semua kerusakan yang terjadi dalam negeri yang besar ini. Itu kenapa Jokowi mengingatkan bahwa tidak ada yang instant, seperti membalik telapak tangan, karena itu bangsa ini perlu menjaga persatuan dan tetap memiliki optimisme untuk maju ke depan. Persatuan dan optimisme adalah modal besar sehingga bangsa ini tidak mudah diadu domba dan memiliki harapan menjadi bangsa yang besar.
Jokowi bukanlah orang yang memiliki kepentingan atau bukanlah orang yang terlibat pada kelam dan hitamnya sejarah perjalanan Bangsa ini. Maka benarlah, tidak ada conflict of interest yang ditakuti dan yang mengancam Jokowi. Seperti yang disampaikannya diatas panggung kebangsaan itu: “Saya tidak memiliki beban masa lalu”. Jokowi tidak akan kehilangan sejengkal tanahpun, tidak akan kehilangan kepemilikan saham, atau bukan orang yang terlibat pada Kejahatan HAM masa lalu. Maka tidak ada yang ditakuti Jokowi, kecuali tak ingin bangsa ini tepercah, diadu domba dan akhirnya jatuh dalam ketercerai-beraian hingga mumgkin bahkan bubar sebagai bangsa yang besar.
Sekali lagi, Pidato diatas panggung kebangsaan ini adalah sebuah bukti dari sikap kenegarawanan seorang Jokowi. Bahwa cintalah yang menggerakkannya bekerja, bekerja dan bekerja keras selama 4,5 tahun ini membangun negeri, menurunkan angka kemiskinan, menurunkan angka pengangguran, membangun infrastruktur hingga kepelosok negeri, yang tidak lagi Jawa centris, mengembalikan kekayaan bangsa dari penguasaan asing dan yang ingin memastikan Indonesia dalam 5 tahun kedepan akan lebih baik dan lebih maju. Lebih baik untuk semua rakyat Indonesia, tanpa terkecuali, dari latar belakang apapun.
(Penrad Siagian)