Jakarta, majalahgaharu.com Duka menyelimuti bangsa Indonesia. Kepergian Presiden RI ke-3, B.J. Habibie ke rahmatullah, dalam usia 83 tahun, mengundang isak tangis dan duka yang mendalam bagi keluarga dan segenap anak bangsa.
Sekretaris Jenderal Generasi Optimis (GO) Indonesia, Tigor Mulo Horas Sinaga menyatakan bahwa bangsa Indonesia kehilangan sosok ayah, negawarawan yang humble, seorang jenius.
Horas mengatakan, “Saya berduka atas kepergian Pak Habibie. Beliau orang yang sangat baik dan lurus. Ahli teknologi yang diakui dunia, sekaligus negarawan yang hebat. Beliau mengantar Indonesia memasuki masa transisi dari Orde Baru ke Reformasi dengan sempurna”
“B.J Habibie adalah eyangnya generasi optimis, generasi milenial harapan Indonesia. Beliau tidak hanya hebat dalam dunia aeronautika tetapi juga cakap mengelola kondisi ekonomi Indonesia pada masa krisis moneter. Tanpa beliau, Indonesia takkan mungkin bisa selamat dari krisis moneter yang hebat,” kata Horas yang juga mantan senior manager treasury di bank Mandiri itu.
Horas menambahkan, “Eyang Habibie sukses memulihkan perekonomian Indonesia saat itu dengan sentuhan khas aeronautika, dengan menyamakan Indonesia sebagai sebuah pesawat terbang yang mengalami stall atau kehilangan daya angkat di udara. Dan beliau mengatasi situasi tersebut dengan sukses.”
“Stall bagi Almarhum Habibie adalah terpuruknya mata uang kita sampai ke Rp. 17.000 per USD. Lalu beliau melakukan restrukturisasi perbankan pada 21 Agustus 1998, termasuk merger sejumlah bank, dan hasilnya efektif. Beliau juga berani memisahkan Bank Indonesia (BI) dari Pemerintah, sehingga BI berinkarnasi menjadi institusi independen dan meningkat kredibilitasnya,” ujar Horas.
Sekjen GO Indonesia itu menambahkan bahwa kebijakan Habibie memisahkan BI dari Pemerintah sebenarnya memiliki konsep pemikiran dan motif yang sederhana, yaitu agar BI tidak lagi ditekan atau diperintah oleh oknum penguasa seperti pada era Orde Baru.
Horas mengenang, “Pada era Eyang Habibie-lah investor asing mulai berdatangan ke Indonesia, kepercayaan mereka terhadap Indonesia pulih. Dari situ muncul dampak penguatan terhadap nilai tukar rupiah. Dari Rp. 16.800 bertahap naik ke Rp. 6.500 per USD. Itu hebat sekali.”
“Di era Eyang Habibie, situasi ekonomi kita pulih, dari yang nyungsep di -13,13 persen naik siginifikan ke 0,79 persen. Tingkat kemiskinan juga menurun mulai di era beliau, pada tahun 1998 kan 24.2 persen, lalu menjadi 23.4 persen di 1999. Itu berkat kerja keras Eyang Habibie,” kata Horas.
Sekjen yang juga dikenal sebagai pakar intelijen ekonomi itu mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan orang-orang optimis yang kuat dalam aplikasi kehidupan dan pengetahuan. Habibie, bagi Horas, adalah teladan bagi Generasi Optimis Indonesia agar sumber daya manusia Indonesia bisa unggul.
“Pak Jokowi pasti meneladani Eyang Habibie. Keduanya sama-sama menerapkan integrasi kepemimpinan yang kuat, kerendah-hatian, dan kerja keras. Saya harap Pak Jokowi akan sukses meneruskan semangat Eyang Habibie,” ujar Horas dengan mata berkaca-kaca.
“Pembangunan manusia Indonesia yang unggul takkan bisa dicapai tanpa pemimpin yang kerja keras, rendah hati, dan punya leadership yang kuat. Pak Habibie telah berhasil melakukan itu dua puluh tahun lalu, saya yakin Pak Jokowi pasti juga bisa,” kata Horas.
“Dengan sibuknya Pak Jokowi memindahkan Ibu Kota Negara, pembangunan manusia Indonesia yang unggul tetap akan bisa tercapai jika Pak Jokowi mengadopsi dan mengadaptasi gaya kepemimpinan yang sempurna dari Eyang Habibie. Semoga kita bisa membuat Almarhum tersenyum bangga di surga melihat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang hebat,” pungkas Horas.