- Kronologi dan Fakta
Berkat dukungan dan kebijakan Pemerintah Indonesia yang tepat sasaran dalam pengembangan on farm dan perjuangan Indonesia menghadapi hambatan pasar di Uni Eropa dan sukses melawan gempuran green peace dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit yang dituduh melakukan deforestasi yang menyebabkan emisi karbon terbesar Indonesia, industri kelapa sawit telah pertumbuh sebagai industri unggulan yang ditakuti oleh competitor penghasil minyak nabati dunia. Kelapa sawit telah mampu bersaing dengan minyak nabati dunia lainnya seperti: kedelai, olive oil, jagung, minyak matahari dan lain-lain, karena dapat berproduksi dengan produktivitas tinggi dan harga yang kompetitif. Dalam kontribusi pembangunan pasar dalam negeri, industri kelapa sawit telah berhasil memasok pengembangan industri minyak goreng (pangan) dan industri energy terbarukan (biodiesel) dan saat ini sedang dipersiapkan membangun industri hilirnya didalam negeri. Dalam pembangunan ekonomi nasional, industri kelapa sawit telah mampu memasok 48 juta ton Crude Palm Oil (CPO) setara dengan 58 % pasar dunia dengan memberikan kontribusi 15 % dari total perolehan devisa non migas, dan memberikan kontribusi sebesar 3,50 terhadap total PDB, menyerap tenaga kerja langsung 4,2 juta dan tenaga kerja tidak langsung 16 juta.
Akibat dampak gejolak ekonomi global dan konflik geopolitik terutama disebabkan perang Rusia-Ukraina, cuaca ekstrim perkebunan di Amerika Selatan yang mengakibatkan penurunan produksi kedelai dan penurunan produksi CPO Malaysia karena pembatasan tenaga kerja akibat pandemic covid-19, maka harga minyak nabati dunia meningkat sebanyak 25 % selama jangka waktu satu tahun terakhir. Hal ini mengakibatkan dampak dengan naiknya harga minyak goreng didalam negeri, tercatat harga goreng curah meningkat 50 % lebih per April 2022 dengan harga Rp 18.759 dan harga minyak goreng premium naik 73,2 % dengan harga Rp 26.170 dibandingkan dengan harga satu tahun sebelumnya .
Untuk mengatasi lonjakan harga yang tinggi tersebut, Pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan No 06/2022 tanggal 26 Januari 2022 menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET), dengan harga sebagai berikut: minyak goreng curah Rp 11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana 13.500 per liter dan kemasan premium Rp 14.000 per liter. Karena penetapan HET minyak goreng yang ditentukan oleh Pemerintah melalui Permendag 06/2022 ini dinilai jauh lebih rendah dari keekonomian dan ketidak mampuan Pemerintah untuk mengatur dan mengendalikan harga dan distribusi dari hulu (produsen CPO/minyak goreng), distributor, agen, retail hingga harga tingkat pengecer sama dengan HET, mengakibatkan kelangkaan karena stok minyak goreng menghilang dari pasar.
Fakta dengan kemampuan produksi minyak sawit Indonesia sebesar 48 juta ton pertahun tidak dapat menyediakan kebutuhan 5 juta ton minyak goreng dipasar dalam negeri setahun ternyata bisa terjadi di negeri ini. Pasokan minyak goreng yang jumlahnya hanya setara dengan 10 % dari kapasitas produksi minyak sawit ternyata tidak pernah dipertimbangkan oleh para produsen minyak goreng yang lebih memprioritaskan mendapatkan keuntungan dari pasar ekspor. Menyediakan minyak goreng didalam negeri yang merupakan kebutuhan primer masyarakat banyak dengan harga yang lebih rendah adalah mustahil dalam pertimbangan keputusan mereka. Dalam rangka mengatasi kelangkaan minyak goreng dan pengendalian harga ini Pemerintah kemudian mencabut Peraturan Menteri Perdagangan No 06/2022, lalu kemudian menetapkan Permendag No 11/2022 tanggal 16 Maret 2022 akhirnya hanya menetapkan HET hanya untuk minyak sawit curah sebesar Rp 14.000 per liter atau Rp 15.500 per kg, sedangkan HET untuk Kemasan Sederhana dan Kemasan Premium ditiadakan. Kebijaksaan ini segera di respon dengan cepat oleh pasar, dimana kelangkaan minyak goreng segera tertangani di tingkat retail dan pengecer dengan harga bervariasi dan harga nya lebih tinggi dari HET minyak goreng curah. Hanya pengadaan minyak curah masih banyak terkendala dibeberapa daerah.
Untuk mempercepat pengadaan dan distribusi minyak curah dengan HET ke seluruh negeri, Pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 8 Tahun 2022 tanggal 18 Maret 2022, dimana Kementerian Perindustrian ditunjuk sebagai pelaksana distribusi minyak goreng curah yang dijual oleh produsen minyak curah kepada konsumen akhir dengan harga HET sebagaimana ditetapkan melalui Permendag No 11/2022 sebesar Rp 14.000 per liter. Pekerjaan raksasa yang harus dilaksanakan oleh Kementerian Perindustrian, Direktur Jenderal Agro untuk mengatur pembiayaan, penyediaan dan pengawasan terhadap 81 perusahaan industri minyak goreng dengan total volume minyak goreng 14 ribu ton per hari. Diharapkan seluruh pihak yang terkait terutama para produsen minyak goreng sungguh-sungguh dapat membantu agar kebijakan Pemerintah untuk menyediakan minyak goreng curah dengan harga yang terjangkau ini dapat terwujud segera.
Menghilangnya minyak goreng dipasar dalam negeri, telah membuat Indonesia sebagai penghasil minyak goreng sawit terbesar dunia menghadapi aib dan olok-olokan yang luar biasa baik dipasar global bahkan yang paling menyakitkan sesama anak bangsa saling menghina dan saling menyalahkan. Komoditas kelapa sawit yang merupakan komoditas strategis industri yang menyangkut hajat hidup orang banyak ini baik sebagai minyak goreng yang dibutuhkan oleh seluruh penduduk maupun sebagai bahan energy, telah digunakan sebagai komoditas politik berbagai tangan-tangan jahil (invisible hand) dari kelompok-kelompok tertentu, antara lain: Partai Politik, Mafia ekonomi dan pihak lainnya yang ada didalam negeri untuk mendapatkan keuntungan politik, materil dan bahkan sebagai alat penekan untuk mempengaruhi kebijakan Pemerintah. Bahkan dapat diduga ada campur tangan dari kepentingan-kepentingan politik dan ekonomi negara lain yang turut mengambil bagian dalam kisruh minyak goreng ini karena berhubungan dengan persaingan minyak nabati dunia dan upaya mempengaruhi Pemerintah Indonesia dalam hegemoni persaingan negara super power.
Kelompok masyarakat Indonesia yang sangat rentan terhadap fluktuasi dan dinamika harga minyak sawit ini adalah masyarakat marginal yang merupakan konsumen berpenghasilan rendah. Sementara menunggu kerja keras Kementerian Perindustrian dapat melaksanakan penyaluran minyak goreng curah ini dengan baik dan tepat kepada masyarakat berpenghasilan rendah, maka dalam upaya menghadapi kelangkaan dan kenaikan harga minyak sawit ini sekali gus meredam kegaduhan publik ini, Pemerintah yang dipimpin oleh Presiden Jokowi sudah mengambil tindakan yang tegas, terukur dan terarah agar upaya dan peranan tangan jahil ini dapat dieliminir dengan tuntas. Presiden Jokowi dalam pernyataan nya sudah menyatakan bahwa kesulitan masyarakat untuk mendapatkan minyak goreng adalah ironi, meningat Indonesia adalah negara produsen dan eksportir terbesar dunia. Kelangkaan minyak goreng sudah berlangsung empat bulan, namun berbagai upaya dan kebijakan yang dilaksanakan oleh menteri terkait belum berjalan efektif. Jokowi mengajak dan meminta kesadaran para pelaku usaha minyak sawit untuk mencukupi kebutuhan minyak goreng didalam negeri, yang jumlahnya hanya 10 % dari kapasitas produksi minyak sawit dalam negeri.
Sebagai tindak lanjut dari pernyataan Jokowi tersebut, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan No 22/2022 tanggal 28 April 2022 tentang Larangan Sementara Ekspor CPO, RBD Palm Oil, RBD Palm Olein dan Used Cooking Oil. Larangan Ekspor berlaku hingga harga minyak goreng curah didalam negeri tersedia dengan harga Rp 14.000 per liter.
Kebijakan Pemerintah yang lugas, berani dan konsisten dan patut diacungi jempol karena berpihak kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah dan tidak mau didikte oleh kepentingan pihak asing yang menciderai kedaulatan Pemerintah. Kita memiliki Presiden hebat dan luar biasa
Perlindungan terhadap petani Sawit
Kelompok masyarakat lainnya yang rentan terhadap dinamika harga minyak sawit ini adalah petani sawit. Dari total kapasitas produksi 48 juta ton CPO Indonesia, perkebunan rakyat memberikan sumbangan sebesar 20,1 juta ton (42 %), Perkebunan Negara 2,1 juta ton ( 5 %) dan Perkebunan besar swasta 20,7 Juta ton (43 %). Hasil perkebunan rakyat ditampung oleh 891 pabrik kelapa sawit (PKS) yang tersebar di 22 Propinsi di Indonesia, APKASINDO 2022. Sebelum ada nya larangan ekspor, harga rata-rata Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit yang merupakan bahan baku PKS rata-rata adalah Rp 3.900 per kg, dan sesudah adanya larangan ekspor harga sawit harga TBS merosot hingga 50 %. Penurunan harga ini sangat memukul penghasilan petani kelapa sawit, yang kehidupannya sangat tergantung kepada harga TBS yang dijual kepada PKS. Kecepatan dan kemampuan PKS untuk menampung TBS juga sangat menentukan kehidupan petani kelapa sawit, karena TBS harus diolah dengan segera, karena apabila TBS sesudah dipetik dan tidak diolah selama 24 jam menjadi CPO TBS akan membusuk.
Dengan demikian sangat diharapkan perhatian dan dukungan Pemerintah untuk perlindungan petani sawit yang berjumlah 6,7 juta jiwa ini, dengan memberikan arahan dan pengawasan kepada PKS untuk membeli TBS petani sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian nomor 14 Tahun 2013 dan Peraturan perundangan yang terkait dalam rangka pemberdayaan dan perlindungan petani. Demikian juga perlindungan terhadap PKS, kiranya Pemerintah dapat mengatur pengalihan pasokan CPO yang diproduksi oleh PKS agar dipergunakan produk-produk turunan minyak sawit yang dapat dipergunakan oleh industri hilir seperti : biodiesel, sabun, deterjen, margarine dll.
- Kesimpulan
- Dalam pengembangan industri 4.0 yang berkelanjutan, Pemerintah dalam proses pengambilan keputusan harus tetap konsisten menerapkan “Neraca Komoditas” yang berisikan data dan informasi tentang konsumsi dan produksi minyak goreng untuk kebutuhan penduduk dan keperluan industri dalam kurun waktu tertentu dan berlaku secara nasional, serta menerapkan : Neraca Integritas” yang berisikan komitmen melaksanakan tugas, fungsi dan tanggung jawab sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku dan kesanggupan untuk tidak melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme.
- Kementerian Perindustrian dalam melaksanakan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 8 Tahun 2022 tanggal 18 Maret 2022 sebagai pengawas distribusi minyak goreng kepada konsumen akhir, dengan dukungan kerja keras dan koordinasi lintas sektoral yang baik, diperkirakan memerlukan jangka waktu tertentu agar mewujudkan distribusi dan harga HET minyak goreng curah sebesar Rp 14.000 per liter diseluruh negeri.
Sementara Pemerintah mewujudkan pelaksanaan Peraturan Perindustrian Nomor 8 Tahun 2020 tersebut, diperlukan komitmen dan dukungan dari seluruh kelompok anak bangsa untuk membangun pilar kehormatan dan kedaulatan bangsa untuk mendukung kebijakan Pemerintah melawan para politikus busuk, penguasa hitam, kartel dan mafia yang merusak ekonomi bangsa ini, hingga saat Pemerintah siap mencabut larangan ekspor minyak goreng
- Sebenarnya masalah pencabutan larangan impor minyak goreng ini akan segera tertangani dengan baik dalam hitungan hari, apabila ke empat produsen terbesar minyak goreng yang mengendalikan hampir 50 % pangsa pasar minyak goreng Indonesia, yaitu: Wilmar International Ltd, Indofood Agri Resources Ltd, Group Musim Mas dan Royal Golden Eagle International, bersedia mengguyur pasar didalam negeri dengan minyak goreng curah. Ke empat perusahaan raksasa ini adalah perusahaan kelapa sawit yang sudah terintegrasi dari hulu sampai kehilir, dengan pasar yang sudah menjangkau banyak negara di pasar global. Dengan perhitungan biaya produksi minyak goreng curah yang diperkirakan hanya Rp 9.000 per liter dan mereka sebagai penerima insentif biodiesel yang sangat besar, perusahaan-perusahaan raksasa ini seharusnya sebagai bentuk rasa hormat dan terima kasih mereka bangsa dan negeri yang kita cintai ini seharusnya mereka harus bersedia menjual minyak goreng curah dengan HET Rp 14.000 per liter.
- Saran-saran dan Rekomendasi
Rekomendasi dan saran-saran ini akan disampaikan kepada : Presiden Republik Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Perkekonomian, Menteri Perindustrian, Menteri Pertanian, Menteri ESDM Ketua Komisi IV DPR/MPR RI dan Ketua Komisi VI DPR/MPR RI, Ketua Komisi VII DPR/MPR agar dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam Penanganan Masalah Industri dan Tataniaga Minyak sawit, antara lain sbb:
- Untuk membantu para petani sawit agar dapat menjual TBS dengan harga yang layak selama kebijakan larangan ekspor minyak sawit ini belum dicabut, kiranya Pemerintah menunjuk PKS yang mengolah TBS dari petani sawit menjadi CPO, sebagai supplier kepada 11 perusahaan fatty acid methyl ester (FAME) yang akan dipergunakan sebagai biodesel. Penunjukan perusahaan-perusahaan raksasa sebagai penerima insentif biodesel perlu di evaluasi kembali, karena ternyata tidak memberikan manfaat untuk keadilan dan dan pemerataan berusaha
- Sangat diharapkan partisipasi dan kesadaran para pelaku usaha dan seluruh masyarakat untuk mendukung kebijakan Pemerintah dalam pelaksanaan larangan ekspor minyak goreng ini. Peranan ke empat produsen minyak goreng yang menguasai hampir 50 % pangsa pasar minyak goreng dalam negeri sangat diharapkan untuk mengguyur pasar dengan minyak goreng curah dengan HET Rp 14.000. Dengan dicabutnya larangan ekspor ini, akan terwujud kembali suasana dan iklim politik dan ekonomi yang kondusif dalam pengembangan industri dan ekonomi kita, terutama pengembangan industri kelapa sawit dalam menghadapi persaingan pasar global.
- Kami menghimbau kepada saudara-saudara sebangsa dan setanah air, agar menghentikan pertikaian sesama anak bangsa, dan menyadari bahwa musuh dan lawan kita dalam percaturan politik dan ekonomi di bidang minyak goreng ini adalah bangsa lain, yang tidak ingin negara dan bangsa ini menjadi pemimpin dan pemain utama di bidang pasar global minyak nabati. Mereka akan berusaha agar basis kekuatan ekonomi yang sudah susah payah kita bangun mulai dari sektor perkebunan, sektor industri hingga pasar global rontok, sehingga kita akan kembali menjadi bangsa paria, yang kemampuannya hanya bicara dan saling membenci.
Jakarta, Mei 2022
Lintong Manurung/ Ketua Umum DPP Jaringan Pemerhati Industri dan Perdagangan
Litbang JPIP : Adiansyah Parmar, Dr Gulat Medali Emas, Budi Djaja Santosa, Mulia Lim