Hakim Ad Hoc Hubungan Industrial Dikukuhkan Sebagai Doktor Hukum dari UKI

Ayo Bagikan:

Majalahgaharu.com, Jakarta- Program Studi Doktor Hukum pada Program Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia (UKI) kembali mengukuhkan doktor di bidang hukum. Gelar doktor hukum diberikan kepada Hakim Ad Hoc Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung, Promovendus Raden Yosari Helenanto, S.H., M.H, usai menjalani Ujian Terbuka Sidang Promosi Doktor di gedung Program Pascasarjana UKI, Salemba, Jakarta Pusat, Rabu siang (27/09/2023).

Raden Yosari Helenanto dikukuhkan sebagai doktor hukum setelah selama satu setengah jam berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul, “Perlindungan Hukum Terhadap Pemutusan Hubungan Kerja Dalam Rangka Mempertahankan Kelangsungan Dunia Usaha Dikaitkan Dengan Investasi di Indonesia”.

Dewan Penguji pada Ujian Terbuka kembali diketuai oleh Rektor Universitas Kristen Indonesia Dr. Dhaniswara. K. Harjono, S.H., M.H, sekaligus Co-Promotor I. Hadir pula Prof. Dr. John Pieris, S.H., M.H., M.S, sebagai Sekretaris Sidang; Prof. Dr. M. S. Tumanggor, S.H., M.Si, selaku Promotor; Dr. Gindo. L. Tobing, S.H., MH, sebagai Co-Promotor II; Dr. Wiwik Sri Widiarty, S.H., M.H; Dr. Hulman Panjaitan, S.H., M.H, Wakil Rektor Bidang Akademik UKI; dan Dr. Diana. R. W. Napitupulu, S.H., M.H., M.Kn., M.Sc.

Yosari Helenanto dalam penelitian disertasinya membedah masalah mengenai peraturan, atau penerapan peraturan terhadap pemutusan hubungan kerja, sehingga dapat mempertahankan dunia usaha.

Sarjana hukum dan magister hukum lulusan UKI ini menggunakan “Grand Theory” digunakan Filsafat Hukum Pancasila, “Middle Theory” dipilih Teori Negara Kesejahteraan, dan “Applied Theory” digunakan Teori Kepastian Hukum dan Teori Perlindungan Hukum, sebagai kerangka pemikiran dari disertasinya.

Yosari kemudian menggunakan 5 (lima) metode penelitian untuk menguatkan karya ilmiahnya, meliputi pendekatan penelitian, spesifikasi penelitian, jenis sumber dan data, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.

Lebih dalam, Yosari Helenanto juga mengkaji sejumlah pustaka seputar Perlindungan Hukum Tenaga Kerja, kajian tentang Pemutusan Hubungan Kerja, kajian Tentang Dunia Usaha, juga kajian tentang Dunia Investasi.

“Lalu bagaimana penerapan dan aturan daripada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), namun demikian harus memerhatikan kepentingan dunia usaha dan bagaimana investasi bisa masuk di Indonesia,” jelasnya ketika ditanya soal gambaran singkat terkait penelitiannya.

Dalam penelitiannya, Yosari juga menyoroti perlindungan hukum terhadap pengusaha yang melakukan PHK, sebagai upaya mempertahankan dunia usaha dan investasi. Menurutnya, pemerintah sendiri telah mengambil peranan sebagai dinamisator dalam menangani konflik yang terjadi di antara pekerja yang di-PHK dengan pihak perusahaan dengan membentuk Lembaga Kerjasama Tripartit (LKS), sebagai sebuah forum musyawarah dalam menuntaskan masalah ketenagakerjaan yang terjadi.

Sebagai saran, Yosari menyampaikan bahwa diperlukan suatu perbaikan di sektor Undang-Undang Cipta Kerja khususnya pada Kluster Ketenagakerjaan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, terkait PHK. Menurutnya, kluster ketenagakerjaan dalam undang-undang yang dimaksud belumlah memberikan kepastian hukum sebagai upaya untuk keberlangsungan dunia usaha dan mewujudkan perlakuan yang adil dan layak bagi pekerja.

Di sisi lain Yosari juga menginginkan agar pemerintah mengeluarkan kebijakan yang tepat guna mengundang investor asing serta membangun dialog dan koordinasi bersama dunia usaha, agar dunia usaha itu sendiri dapat berperan aktif dengan tidak melakukan PHK sekaligus tetap mempertahankan aktivitas usahanya.

Menutup sarannya pria kelahiran Jakarta, 19 Januari 1962, itu, juga menginginkan agar pengaturan terhadap PHK dapat memberikan kepastian dalam keberlangsungan dunia usaha untuk mewujudkan perlakuan yang adil dan layak dalam suatu hubungan kerja. Yosari menegaskan bahwa tindakan PHK harus menjadi sebuah opsi terakhir yang ditempuh dalam suatu hubungan kerjasama di antara pekerja dengan pelaku usaha.

Undang-Undang Tentang Pengupahan

Profesor John Pieris dalam kesempatan tersebut mengurai tentang kepastian hukum di Indonesia yang mengalami keadaan naik dan turun. Sesuai dengan dinamika perkembangan dunia usaha baik makro maupun mikro, dalam skala regional maupun global, Guru Besar Hukum Tata Negara UKI itu melihat bahwa kepastian besaran upah pekerja di Indonesia maupun kepastian dunia usaha di dalam negeri juga bertalian mengikuti kondisi yang dimaksud.

Masih menurut Profesor John Pieris, dengan kondisi yang demikian menyebabkan timbulnya ancaman keadilan bagi dunia usaha dan pengupahan, di mana hal tersebut memiliki kaitan dengan Pasal 2 (dua) dan 5 (lima) Pancasila.

“Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Turun di Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Dasar kita, segala warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Jadi pekerjaan yang layak, penghidupan juga yang layak,” paparnya.

Tetapi, lanjut Profesor John Pieris, Upah Minimum Regional sampai saat ini belum mencantumkan berapa besaran angka yang layak, dengan tujuan supaya warga negara Indonesia mendapatkan jaminan suatu penghidupan yang layak. Dalam kesimpulannya Profesor John Pieris melihat bahwa manusia Indonesia, sebagai Warga Negara Indonesia, sebagai sebuah “Poros Tengah” atau subyek dari pembangunan sekaligus subyek dari hukum, belum mendapatkan suatu perlakuan yang pantas.

Untuk itu Profesor John Pieris mendorong agar Yosari Helenanto dapat menjadikan Undang-Undang tentang Pengupahan sebagai novelty (kebaruan) dari penelitiannya.

“Kita sudah punya Undang-Undang Ketenagakerjaan. Saya mau novelty Anda itu Undang-Undang tentang Pengupahan. Jangan diatur hanya di Permen (Peraturan Menteri-red) saja, atau PP (Peraturan Pemerintah-red) saja,” pinta Kaprodi Doktor Hukum UKI, itu.

Doktor Dhaniswara kemudian melengkapi 18 pertanyaan yang sudah diajukan oleh Dewan Penguji. Salah satu poin yang menjadi sorotan dari Dhaniswara adalah soal sudah adanya Asosiasi Pengusaha, Lembaga Tripartit, maupun Dewan Pengupahan, mulai dari tingkat nasional hingga ke tingkat Provinsi. Seharusnya, menurut Dhaniswara, segala persoalan yang terjadi di antara pengusaha dan pekerja dapat diselesaikan dengan baik berkat adanya unsur-unsur tersebut. Namun Dhaniswara juga mencermati hingga saat ini masih banyak persoalan terkait hubungan antara pengusaha dan pekerja yang diselesaikan hingga ke jalur pengadilan. Dirinya kemudian menanyakan kepada Yosari sesuai latar belakangnya sebagai seorang Hakim Ad Hoc Hubungan Industrial, tentang di manakah letak peranan dari pemerintah ketika persoalan tersebut terjadi.

Menjawab pertanyaan Dhaniswara, Yosari Helenanto kemudian mengungkap bahwa peranan pemerintah sendiri sesungguhnya sudah terwakilkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan, di Lembaga Tripartit, guna menyelesaikan persoalan yang terjadi di antara pengusaha dan pekerja (Serikat Pekerja-red). Namun Yosari Helenanto ikut menggarisbawahi bahwa saat ini dominasi Serikat Pekerja di Indonesia sudah terlalu banyak. Ketika menjalankan tugas sebagai hakim Hubungan Industrial misalnya, Yosari acap kali menjumpai adanya perwakilan serikat pekerja yang belum tentu menjadi representasi dari serikat pekerja kebanyakan.

“Sehingga tidak jelas, siapa yang mewakili siapa. Inilah yang sebetulnya di kurun waktu yang promovendus pernah ikuti di dalam pertemuan dengan Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia-red) itu, yang mewakili di Lembaga Tripartit itu belum tentu pihak (Serikat Pekerja-red) yang hadir mewakili dari pihak kebanyakan yang tidak hadir (saat pertemuan Tripartit berlangsung-red),” ungkap Yosari lagi.

Total sebanyak 20 pertanyaan yang dilayangkan oleh Dewan Penguji berhasil dijawab secara memuaskan oleh Yosari Helenanto. Usai mengangkat skorsing sidang, Dr. Dhaniswara kemudian membacakan Surat Keputusan Direktur Program Pascarsarjana UKI. Mahasiswa Program Studi Doktor Hukum dengan kosentrasi Hukum Bisnis itu kemudian dinyatakan lulus oleh Dr. Dhaniswara. Yosari berhasil meraih IPK (Indeks Prestasi Kumulatif-red) dengan angka 3.88, dengan predikat Sangat Memuaskan.

Selanjutnya Raden Yosari Helenanto dikukuhkan dan berhak menyandang gelar Doktor Hukum. Doktor Yosari Helenanto menjadi doktor hukum ke-6 yang dari Prodi Doktor Hukum UKI, dan menjadi doktor ke-14 yang “dibidani” oleh universitas yang didirikan pada tahun 1953, itu.

Facebook Comments Box
Ayo Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Next Post

IAKN Kupang Melepaskan 382 Wisudawan/Wisudawati dalam Sidang Senat ke-IV Tahun 2023

Fri Sep 29 , 2023
Majalahgaharu.com Kupang Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Kupang merayakan keberhasilan 382 mahasiswa dalam meraih gelar sarjana, magister, dan doktoral dalam Sidang Senat Terbuka Institut Agama Kristen Negeri Kupang Wisuda ke-IV Tahun 2023, Jumat 29/9/23. Upacara ini dilaksanakan di Hotel Harper, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur pada pukul 08.00 WITA. Pada […]
Wisuda IAKN Kupang

You May Like