Majalahgaharu.com Jakarta Persatuan Wartawan Nasrani (PEWARNA) Indonesia menggelar diskusi terbatas dalam rangka Refleksi Hari Lahir Pancasila, di gelar Kamis 6/6/24 berlangsung di Media Center Persekutuan Geraja Gereja di Indonesia (PGI) Salemba, Jakarta Pusat.
Diskusi menghadirkan dua narasumber utama Sahat Sinaga dosen Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta dan Pendeta. Jimmy Sormin sekretaris eksekutif PGI serta dimoderatori Asiong Munthe Departemen Litbang Pengurus Pusat PEWARNA Indonesia.
Dalam sambutannya, Ketua Umum Pewarna, Yusuf Mujiono, menegaskan pentingnya refleksi ini untuk mengingatkan kembali nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
“Pancasila bukan sekadar dasar negara, tetapi pedoman hidup yang harus dihayati dan diamalkan oleh setiap warga negara Indonesia dan PEWARNA sendiri sudah mempraktekan dalam setiap kegiatan dengan cara gotong royong ,” ujarnya.
Sementara Sahat Sinaga mantan Sekjen Partai Damai Sejahtera dan seorang notaris dalam paparannya menyoroti relevansi Pancasila di tengah dinamika globalisasi dan tantangan modern.
“Pancasila memberikan kita identitas dan landasan moral. Di era digital ini, kita harus memastikan nilai-nilai Pancasila tetap menjadi panduan dalam bertindak dan berinteraksi, baik di dunia nyata maupun maya,” tegasnya.
Sahat juga menambahkan bahwa masa kecilnya dulu di Cimahi Bandung dia bisa bergaul dengan siapa saja tanpa ditanya suku dan agamanya, namun situasi sekarang berbeda orang selalu ditanya suku dan agama, kenapa terjadi karena era keterbukaan dengan media sosial yang sangat terbuka menyebabkan semua ini terjadi.
Sekalipun demikian kita tetap harus menyatakan iman kita dengan kontek yang sesuai dengan jamannya, tetapi alangkah baiknya setiap kita menunjukkan perilaku yang baik sehingga menjadi teladan orang lain.
Sedangkan Pendeta Jimmy Sormin, mengingatkan kembali tentang perjuangan dan pengorbanan para pahlawan dalam merumuskan Pancasila. “Nilai-nilai Pancasila seperti keadilan sosial dan persatuan bangsa harus terus diperjuangkan. Tugas kita saat ini adalah melanjutkan perjuangan tersebut dengan cara yang relevan dengan zaman kita,” katanya.
Acara yang berlangsung selama dua jam ini juga diisi dengan sesi diskusi interaktif. Peserta yang terdiri dari Pendeta, wartawan, aktivis, dan masyarakat umum, berkesempatan mengajukan pertanyaan dan memberikan pandangan mereka tentang bagaimana Pancasila bisa diterapkan secara efektif dalam kehidupan sehari-hari.
Diskusi berjalan dinamis dengan berbagai pandangan dan masukan yang muncul. Banyak peserta yang merasa bahwa implementasi Pancasila harus dimulai dari pendidikan dasar. “Kita harus menanamkan nilai-nilai Pancasila sejak dini kepada anak-anak kita, baik di rumah maupun di sekolah,” ujar salah satu peserta.
Sebagai penutup, Asiong Munthe sebagai moderator menyampaikan harapannya agar acara refleksi seperti ini bisa terus dilakukan secara rutin. “Kami berharap kegiatan ini dapat menjadi pengingat bagi kita semua untuk terus memegang teguh nilai-nilai Pancasila dalam setiap aspek kehidupan. Mari kita bersama-sama menjaga dan mengamalkan Pancasila demi kemajuan bangsa,” pungkasnya.
Terkait dengan ormas keagamaan yang akan mendapat konsesi pengelolaan tambang Sahat dan Jimmy sama-sama tidak setuju, dikuatirkan ini kan muncul perpecahanan di dalam karena urusan ormas ietu lebih pada bergerak di bidang sosial kemasyarakatan sedang pengelolaan tambang dibutuhkan tenaga yang profesional dengan orientasi keuntungan.
“Kembalikan peran ormas pada posisinya sebagai penjaga yang bersuara kristis ke pemerintah jangan malah dikooptasi karena dberikan konsensi pengelolaan tambang”, tandas Sahat tegas.
Acara ditutup dengan makan bersama dan foto bersama, menandakan komitmen semua pihak yang hadir untuk terus menjaga dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Refleksi Hari Lahir Pancasila ini diharapkan dapat memberikan inspirasi dan semangat baru bagi seluruh masyarakat Indonesia dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara.