JAKARTA, Pada tanggal 09 Mei 2017, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan putusan yang amarnya berbunyi : 1. Menyatakan Terdakwa Insinyur Basuki Cahaya Purnama alias Ahok terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penodaan agama 2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan penjara selama 2 tahun 3.Memerintahkan agar Terdakwa ditahan 4. Menetapkan barang bukti yang diajukan oleh Penuntut Umum berupa nomor 1… dsb dan barang bukti yang diajukan oleh Penasehat Hukum berupa nomor 1.. dsb seluruhnya tetap terlampir dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari berkas perkara 5. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.5.000;
Pada hari itu juga, Ahok langsung dibawa ke LAPAS Cipinang dan dini hari sekitar pukul 2 pagi dibawa ke Markas Brimob Kelapa Dua Depok dengan alasan demi keamanan.
Bahwa terhadap putusan tersebut pendukung Ahok demo/melakukan protes di depan LAPAS Cipinang dan meminta agar Ahok dikeluarkan dari tahanan.
Negara Indonesia adalah Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UU Dasar 1945, setiap orang tidak dibedakan keyakinannya baik agama, suku bangsa, golongan dan kedudukannya wajib tunduk serta menjunjung tinggi hukum demi tegaknya keadilan, kebenaran bagi setiap orang guna melindungi dan mempertahankan hak-hak asasi manusia yang sesuai dengan harkat dan martabatnya. Oleh karenanya, masyarakat haruslah menghormati proses peradilan dan setiap putusan hakim sehingga apabila ada yang tidak setuju terhadap putusan hakim, maka masyarakat dapat melakukan upaya hukum misalnya melakukan upaya banding dan upaya hukumlainnya. Demikian juga tentang upaya permohonan penangguhan penahanan sebagaimana dalam judul tulisan ini.
Bahwa dalam hal penahanan pada tingkat penyidikan, penuntutan, proses peradilan secara jelas dan tegas diatur dalam Pasal 31 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) yang menyatakan “atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang, atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan”.
Namun sekarang timbul pertanyaan, bagaimana secara yuridis tentang permohonan penangguhan penahanan atas putusan Pengadilan Negeri dalam kasus Ahok ?
Terhadap pertanyaan tersebut ada beberapa pakar hukum yang menjelaskan. Salah satunya berpendapat, menyatakan : “Engga ada penangguhan kalau udah putusan hakim.(Untuk tahanan kota) juga tidak bisa, itu kan untuk di penyidikan”. (dimuat dalam SERAMBINEWS,Jakarta pada hari Selasa (9/5/2017)). Berdasarkan pendapat pakarhukum tersebut tidak ada penangguhan penahanan atas putusan hakim. Pakar hukum lainnya berpendapat, menyatakan : “ Ahok punya hak mengajukan permohonan penangguhan penahanan karena statusnya masih terdakwa, belum ada putusan tetap”. (dimuat dalam tirto.id,Jakarta pada hari Selasa (9/5/2017)). Berdasarkan pendapat pakar hukum tersebut dapat diajukan permohonan penangguhan penahanan atas putusan hakim.
Secara yuridis formal tentang penangguhan penahanan dalam tingkat banding atas putusan Pengadilan Negeri tidak diatur. Namun apabila dilihat daripada alasan penahanan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, (“KUHAP”) yakni: adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana. Sehingga, penahanan bukanlah merupakan keharusan
Menurut saya, karena saat ini Proses pemeriksaan dalam tingkat Banding ditangani Pengadilan yang lebih tinggi, maka adalah kompetensi dari Pengadilan Tinggi untuk memeriksa bahkan mengoreksi/menganulir putusan Pengadilan Negeri apabila ada kekeliruan/kesalahan dari Pengadilan Negeri termasuk tentang pertimbangan dan penetapan atas permohonan penangguhan penahanan yang diajukan oleh terdakwa dan atau penasehat hukumnya. Karena tidak ada secara hukum yang melarang adanya penangguhan/pengalihan penahanan apalagi penahanan selama proses pemeriksaan bukanlah merupakan keharusan.
Oleh karenanya, menurut saya apabila Majelis Hakim Pengadilan Tinggi beranggapan permohonan penangguhan penahanan ini memenuhi syarat, maka Majelis Hakim Pengadilan Tinggi dapat memberikan atau mengabulkan permohonan tersebut karena secara yuridis tidak ada larangan. Namun sebaliknya, apabila Majelis Hakim Pengadilan Tinggi beranggapan permohonan penangguhan penahanan tersebut tidak memenuhi syarat, maka Majelis Hakim Pengadilan Tinggi menolak permohonan tersebut.
Demikian juga, didalam Perkara Ahok untuk mencegah terjadi benturan antara pihak pro dan kontra seyogyanya segera diproses perkara ini dengan ekstra cepat, karena demi kepentingan umum Mahkamah Agung sesuai kewenangannya dapat memerintahkan ke Pengadilan dibawahnya (Pengadilan Tinggi) supaya prosesnya secepat mungkin tanpa menyalahi aturan hukum acara pidana. Misalnya, pernyataan banding tetap harus diberikan kepada Jaksa dan Penasehat Hukum dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak putusan, sedangkan pengiriman berkas dari Pengadilan Negeri ke Pengadilan Tinggi dipercepat dan pemeriksaan serta putusan secepat mungkin dikeluarkan.
Masyarakat seyogyanya juga mengikuti proses ini tanpa harus adanya aksi -aksi demo diseluruh Indonesia baik dari yang pro maupun yang kontra. Percayakan dan Serahkanlah perkara ini ke Lembaga yang berwenang yaitu Pengadilan.
Penulis :Gracia Panggabean
Fakultas Hukum Universitas Pancasila